Penamaan Dukuh Bedagung

31 Juli 2025
Administrator
Dibaca 22 Kali
Penamaan Dukuh Bedagung

      Pak Palil, salah satu tokoh sesepuh Desa Bedagung, menceritakan asal-usul nama bedagung. Menurut penuturannya nama Bedagung berasal dari ungkapan “Bedahing Kutha, Papat Padha Agunge”, yang berarti “Lahirnya sebuah kota, oleh empat tokoh yang sama agungnya”.

      Empat tokoh yang dimaksud adalah Kyai Tamansari, Kyai Margajati, Kyai Bangunadi, dan Kyai Mertapraya. Keempatnya dipercaya sebagai leluhur yang memiliki peran penting dalam terbentuknya desa, dan hingga kini petilasan mereka masih dihormati oleh warga. Petilasan Kyai Tamansari berada di Gunung Lumping, Kyai Margajati di wilayah Hutan Sikenteng, Kyai Bangunadi di Gunung Siampel, dan Kyai Mertapraya berada di dekat pemakaman umum Dusun Bedagung. Keempat kyai tersebut merupakan saudara kandung. Anak pertama adalah Kyai Tamansari, disusul oleh Kyai Margajati, kemudian Kyai Bangunadi, dan yang terakhir adalah Kyai Mertapraya. Mereka dikenal sebagai tokoh utama dalam cerita asal-usul Desa Bedagung.

      Keempat tokoh ini memiliki satu buah gaman atau pusaka yang diwariskan secara turun temurun. Pusaka tersebut awalnya dimiliki oleh KyaiPak Palil, salah satu tokoh sesepuh Desa Bedagung, menceritakan asal-usul nama bedagung. Menurut penuturannya nama Bedagung berasal dari ungkapan “Bedahing Kutha, Papat Padha Agunge”, yang berarti “Lahirnya sebuah kota, oleh empat tokoh yang sama agungnya”. Empat tokoh yang dimaksud adalah Kyai Tamansari, Kyai Margajati, Kyai Bangunadi, dan Kyai Mertapraya. Keempatnya dipercaya sebagai leluhur yang memiliki peran penting dalam terbentuknya desa, dan hingga kini petilasan mereka masih dihormati oleh warga. Petilasan Kyai Tamansari berada di Gunung Lumping, Kyai Margajati di wilayah Hutan Sikenteng, Kyai Bangunadi di Gunung Siampel, dan Kyai Mertapraya berada di dekat pemakaman umum Dusun Bedagung. Keempat kyai tersebut merupakan saudara kandung. Anak pertama adalah Kyai Tamansari, disusul oleh Kyai Margajati, kemudian Kyai Bangunadi, dan yang terakhir adalah Kyai Mertapraya. Mereka dikenal sebagai tokoh utama dalam cerita asal-usul Desa Bedagung. 

     Keempat tokoh ini memiliki satu buah gaman atau pusaka yang diwariskan secara turun temurun. Pusaka tersebut awalnya dimiliki oleh Kyai Tamansari sebagai anak tertua, lalu diberikan kepada Kyai Margajati, kemudian kepada Kyai Bangunadi, dan terakhir kepada Kyai Mertapraya

     Pusaka yang dimaksud terdiri atas tiga benda, yaitu parang, dangu aren (tangkai buah aren), dan kopoh (kain lap). Dangu aren digunakan sebagai bekal dalam perjalanan. Jika kehausan, tangkai tersebut dapat dipotong dan air yang keluar dari dalamnya bisa langsung diminum. Konon, air dari dangu aren itu tidak pernah habis. Sementara itu, kopoh digunakan untuk mengusap darah ketika para tokoh mengalami luka, baik dalam pertempuran maupun selama perjalanan panjang mereka. Selain itu, penamaan Bedagung juga diyakini berkaitan dengan nama dua kalen atau anak sungai, yaitu Kalen Bedahan dan Kalen Kutabangsa. Keberadaan dua kalen tersebut memperkuat penamaan Bedagung berasal dari ungkapan “Bedahing Kuta, Papat Padha Agunge”.

      Masih terdapat satu tokoh penting lainnya yang dipercaya sebagai panutan dari keempat tokoh tersebut, yaitu Kyai Dai Jaimin. Namun, hingga kini tidak ditemukan petilasan maupun makam yang menunjukkan jejak keberadaan beliau. Diceritakan bahwa keempat tokoh tersebut memiliki keinginan untuk membangun sebuah masjid. Namun, karena berbagai kendala, rencana itu tidak sempat terwujud. Meskipun masjid tidak berhasilTamansari sebagai anak tertua, lalu diberikan kepada Kyai Margajati, kemudian kepada Kyai Bangunadi, dan terakhir kepada Kyai Mertapraya Pusaka yang dimaksud terdiri atas tiga benda, yaitu parang, dangu aren (tangkai buah aren), dan kopoh (kain lap). Dangu aren digunakan sebagai bekal dalam perjalanan. Jika kehausan, tangkai tersebut dapat dipotong dan air yang keluar dari dalamnya bisa langsung diminum. Konon, air dari dangu aren itu tidak pernah habis. Sementara itu, kopoh digunakan untuk mengusap darah ketika para tokoh mengalami luka, baik dalam pertempuran maupun selama perjalanan panjang mereka. Selain itu, penamaan Bedagung juga diyakini berkaitan dengan nama dua kalen atau anak sungai, yaitu Kalen Bedahan dan Kalen Kutabangsa. Keberadaan dua kalen tersebut memperkuat penamaan Bedagung berasal dari ungkapan “Bedahing Kuta, Papat Padha Agunge”. Masih terdapat satu tokoh penting lainnya yang dipercaya sebagai panutan dari keempat tokoh tersebut, yaitu Kyai Dai Jaimin. Namun, hingga kini tidak ditemukan petilasan maupun makam yang menunjukkan jejak keberadaan beliau. Diceritakan bahwa keempat tokoh tersebut memiliki keinginan untuk membangun sebuah masjid. Namun, karena berbagai kendala, rencana itu tidak sempat terwujud. Meskipun masjid tidak berhasil dibangun, jejak perjuangan mereka masih dapat dikenali hingga sekarang, terutama melalui penamaan tempat-tempat di sekitar Desa Bedagung yang mengandung nilai sejarah dan makna perjalanan para tokoh.

     Dalam versi lain, asal usul nama "Bedagung" berasal dari ungkapan "Bedhak-bedhak Wong Agung", yang berarti mengejar-ngejar orang agung. Bedagung diyakini merupakan tempat pelarian keempat tokoh tersebut, ketika mereka berpencar untuk menghindari bahaya pada masa itudibangun, jejak perjuangan mereka masih dapat dikenali hingga sekarang, terutama melalui penamaan tempat-tempat di sekitar Desa Bedagung yang mengandung nilai sejarah dan makna perjalanan para tokoh. Dalam versi lain, asal usul nama "Bedagung" berasal dari ungkapan "Bedhak-bedhak Wong Agung", yang berarti mengejar-ngejar orang agung. Bedagung diyakini merupakan tempat pelarian keempat tokoh tersebut, ketika mereka berpencar untuk menghindari bahaya pada masa itu

EMPAT LELUHUR DUKUH BEDAGUNG

  1. Gunung Lumping - Kyai Tamansari
  2. Hutan Sikenteng - Kyai Margajati
  3. Gunung Siampel - Kyai Bangunadi
  4. Bedagung - Kyai Martapraya